MENURUT ANDA, BLOG INI ?

Tuesday 19 July 2011

Muhammad & Kristus 9

Pemberitahuan Kelahiran (1/2)

Rangkaian argumen berikutnya adalah sehubungan dengan situasi dan kondisi yang berhubungan dengan kelahiran Yesus Kristus dan Nabi Suci Muhammad. Latar belakang yang pertama di antara keduanya ini diperoleh dengan bukti pemberitaan tentang kelahirannya. Argumen tersebut berbunyi demikian:

“Keajaiban alam tentang kelahiran Kristus dibuktikan oleh Qur’an. Berita gembira itu disampaikan oleh malaikat Jibril kepada Maryam. Berlainan sekali dengan kelahiran Muhammad, ia tidak banyak diberitakan di dalam Qur’an. Kelahirannya biasa saja dan tidak ajaib, tidak juga luar biasa. Karenanya demi menghormati kelahiran Kristus, anak Maryam, tentu lebih istimewa dari Muhammad”.

Argumen tersebut terdiri dari dua bagian, yakni (1) kelahiran ajaib Kristus, dan (2) berita gembira tentang itu telah diberikan kepada Maryam. Mari kita ambil bagian yang pertama. Apa yang disebut keajaiban itu sepenuhnya tidak diceritakan, dan tidak dicantumkan di dalam ayat Qur’an Suci. Kitab Suci ini membicarakan kelahiran Yesus biasa saja seperti anak-anak manusia lain dilahirkan. Penjelasan yang terang ini diberikan di dalam Surat yang berjudul Maryam:

“Lalu mengandunglah ia; dan ia menyingkir dengan dia ke tempat yang jauh. Dan rasa sakit karena akan melahirkan menggerakkannya menuju ke batang kurma. Ia berkata: Aduhai, sekiranya aku mati sebelum ini, dan jadilah aku barang yang dilupakan sama sekali” (Quran Suci, 19:22-23).

Ini menunjukkan jelas sekali bahwa Maryam mengandung Yesus dalam keadaan seperti biasa sama seperti perempuan lainnya mengandung anak, dan melahirkannya dalam keadaan biasa sebagaimana kaum perempuan lain melahirkan anak. Tak ada yang aneh-aneh ataupun ajaib dikala mengandung maupun melahirkan. Tidak ada ayat Qur’an Suci yang menyatakan bahwa Maryam mengandung Yesus karena Ruhul Kudus. Bahkan Nabi Suci sendiri mengatakan perihal itu yang membuat utusan kaum Kristen Najran bungkam seribu bahasa:

“Sesungguhnya Yesus – ibunya mengandung beliau sama seperti perempuan lainnya yang sedang hamil, dan Maryam melahirkan beliau sama pula seperti perempuanperempuan lainnya melahirkan anak, dan beliau memberi makan puteranya sama seperti seorang ibu memberikan makanan kepada bayinya” (Ruhul-Ma’ani, bab 3).

Apakah Yesus dikandung tanpa hubungan orang tua laki-laki? Qur’an Suci, seperti telah saya katakan, tidak menjawab pertanyaan ini, tidak ada pula sabda Nabi Suci yang tercatat mengenai perkara ini. Tidak pula seluruh kaum Muslimin mengakui itu. Ada beberapa orang yang menjawab pertanyaan di atas itu tapi negatif, lainnya lagi ada juga yang memperkuatnya. Pertama-tama kita akan ambil pandangan yang belakangan. Meskipun kita duga Yesus dilahirkan tanpa perantaraan orang tua laki-laki, ketidak-normalan ini tidak ada dasarnya bagi kita untuk mempertimbangkannya bahwa beliau lebih istimewa daripada para Nabi lain yang ternyata mereka beramal luar biasa lebih besar lagi padahal mereka dilahirkan dalam keadaan biasa secara alami. Pikiran orang waras tidak bisa membayangkan bagaimana kelahiran orang yang tak normal seperti itu bisa lebih istimewa dari orang lain. Sudah tentu jika itu dipercayai hanya sebagai Penebus dosa dan Trinitas, maka masalah itu tak perlu ditanyakan lagi, tapi bila itu ditunjukkan sebagai suatu argumen, hal tersebut harus dipikirkan dan harus dijelaskan kenapa akhlak mulia dan sifat-sifat Ilahi itu tak bisa dimiliki oleh orang-orang yang dilahirkan secara alami, dimana sifat yang alami tersebut di luar orang yang dilahirkan tak normal ini. Saya katakan itu kondisi tidak normal menurut pandangan kaum Muslimin sebab tak seorang Muslim pun percaya bahwa Roh Kudus bercampur dengan orang tua perempuan, dan juga tak ada keajaiban Yesus sebelum dilahirkan, dan juga Maryam itu bukan nabi perempuan dan tidak membangkitkan generasi bangsa Israel.

Lagi pula jika mu’jizat itu suatu perbuatan yang terjadi di muka umum, maka itu perlu memuaskan dan meyakinkan orang lain; tapi kedua unsur tersebut tak ada sama sekali dalam perkara ini. Bagaimana mungkin setiap orang di dunia ini bisa tahu bahwa Maryam telah mengandung seorang anak tanpa ada hubungan dengan laki-laki? Jika memang dia hamilnya luar biasa, maka ia dapat melayani mu’jizat itu hanya untuk dirinya saja dan hanya untuk dirinya sendiri. Dan siapa yang akan menerima pernyataannya jika Maryam tidak bisa menghadirkan seorang saksi pun? Malahan hal itu hanya akan membangkitkan keraguan terhadap kenabian Yesus secara lebih meyakinkan lagi. Maka dari itu tidak ada seorang pun yang akan membenarkan lebih lanjut mengenai mukjizat tersebut karena tak ada seorang pun di dunia ini bisa mendapatkan informasinya secara langsung. Bahkan suami Maryam, seorang laki-laki biasa, menurut Injil, memutuskan “untuk menceraikannya dengan diam-diam,” menjauhkan diri karena kasihan terhadapnya, daripada membuat “dia malu di hadapan umat” (matius 1:19), bukan karena impian yang pernah dia lihat, dan bahkan jika di dalam perkaranya itu ada impian yang cukup memuaskan dirinya dan bukan pengertian, karena impian itu bukan pengertian, maka ia akan menyambut maksud mu’jizat tersebut. Tapi, karena terbukti kaum Yahudi tidak melihat impian yang sama, maka mereka tak mengakui adanya mu’jizat. Karenanya, hanya duga-dugaan belaka terhadap ketidak normalan tersebut, dan jika itu benar-benar terjadi, itu hanya pertanda bahwa garis besar Nabi-nabi Bani Israel berakhir di dunia ini dan kenabian itu kini akan berpindah kepada keturunan Ismail, garis keturunan lain Ibrahim yang kepadanya janji itu telah dinubuatkan.

Katakanlah jika itu mungkin, bahwa orang itu datang ke dunia ini hanya melalui perempuan saja – dan bukan hasil hubungan antara laki-laki dan perempuan – yang sudah pasti ini tidak terbukti. Jika kelahiran ke dunia ini lain daripada yang lain serta membawa gelar luar biasa, niscaya Adam-lah manusia yang paling sejati dan jauh lebih hebat daripada Yesus Kristus, sebabnya adalah dia datang ke dunia ini tanpa perantara ayah dan ibu. Bahkan Hawa pun bisa lebih unggul daripada Yesus Kristus sebab ia datang ke dunia ini sama seperti dia – karena, menurut cerita, dia itu dibuat dari laki-laki, dengan demikian, laki-laki lebih unggul dari perempuan, jadi Hawa lebih hebat dari Yesus Kristus. Dan yang paling menakjubkan dari semua ini adalah Melkisedek yang diceritakan di dalam kitab Kejadian 14 yang kependetaannya atau keimamannya sangat dikenal oleh Ibrahim.

“Karena Melkisedek ini, raja Salem, pendeta dari Yang Maha Tinggi (di dalam Perjanjian Lama bahasa Indonesia disebut Imam Allah Yang Maha Tinggi –penj.), bertemu Ibrahim setelah menaklukkan raja-raja dan memberkatinya … tanpa ayah, tanpa ibu, tanpa keturunan, tidak memiliki hari pertama, tidak pula hari akhir, tapi diciptakan seperti Anak Tuhan; tetap menjadi pendeta selama-lamanya atau imam yang abadi sama seperti Anak Allah” (Ibrani 7:1-3).

Dikatakan bahwa “tanpa ayah” artinya adalah ayahnya tidak disebutkan di dalam Bebel, dan arti “tidak memiliki hari awal maupun hari akhir”, menunjukkan bahwa Bebel tidak mengatakan kapan dia dilahirkan dan kapan dia mati, itu bukan saja bermain-main dengan bahasa, tapi juga pengkhianatan kebodohan Paulus yang mengatakan dengan jelasnya bahwa dia “dibuat sama seperti Anak Tuhan”. Bagaimanapun juga Adam, Hawa dan Melkisedek diketahui pasti memiliki keunggulan yang lebih tinggi dari pada Yesus Kristus yang dilahirkan tanpa ayah jika itu dipandang dalam kriteria kebesaran.

Karenanya, jika kita menelusur ke akar permasalahan yang kita dapati, Qur’an Suci di mana pun tidak membicarakan Yesus dikandung secara ajaib, tidak juga menyatakan bahwa Yesus tidak mempunyai ayah. Dalam hal tidak adanya pernyataan yang jelas dan tuntas baik di dalam Qur’an Suci maupun dari sabda Nabi Suci yang diriwayatkan dalam Hadits, kita sebenarnya bisa menarik kesimpulan dari beberapa kata tertentu dari Qur’an, dan dalam hal inilah saya akan membicarakannya secara singkat. Tekanan paling utama terhadap masalah ini adalah ketika kabar gembira tentang seorang anak yang diberitahukan kepada Maryam, yakni dia berseru: ”Ya Rabb! Bagaimana aku bisa melahirkan seorang anak padahal seorang laki-laki pun belum pernah menyentuhku”. Dan jawaban selanjutnya: “Kendati demikian, Allah menciptakan apa Yang Dia kehendaki; bila Dia menentukan suatu perkara, Dia hanya berfirman kepadanya, Jadi, maka jadilah itu” (Quran Suci, 3:46). Kesimpulan yang bisa ditarik dari hal ini dan jawabannya adalah janji tersebut telah diberikan bahwa Maryam akan hamil tanpa seorang laki-laki menyentuhnya. Kesimpulan itu tidak benar, karena kabar yang sama pun telah diberikan kepada Zakaria, dia berseru: “Ya Rabb, bagaimana aku bisa mempunyai anak, padahal aku sudah berusia lanjut dan isteriku mandul?” Dan jawaban selanjutnya: “Kendati demikian, Allah berbuat apa Yang Dia kehendaki” (Quran Suci, 3:39). Kata yang sama kadzalika digunakan untuk menekankan kenyataan bahwa perkara yang telah ditentukan itu mesti dan harus terjadi. Sebagaimana kata “Kendati demikian” yang belakangan bukan berarti bahwa si anak itu akan lahir dalam keadaan isteri Zakaria masih mandul, begitu pula dalam perkara Maryam bukan berarti si anak itu akan dilahirkan olehnya dalam keadaan tak ada laki-laki yang menyentuhnya. Kata “Kendati demikian” dalam dua perkara itu menunjukkan tekanan jaminan yang diberikan untuk diketahui bahwa apa yang telah dikatakan itu akan terjadi kelak.

Qur’an Suci tidak mendukung pandangan bahwa nazar ibunya Maryam yang mempersembahkan dirinya mengabdi kepada Tuhan dengan diam-diam bernazar tetap menjadi perawan, sementara ia bernazar, ia pun berbicara dalam kata-kata yang jelas tentang anak-anak Maryam: “Dan aku mohonkan untuknya dan keturunannya dalam perlindungan Dikau” (3:35). Kata-kata keturunannya jelas sekali menunjukkan apa yang dinazarkan ibunya Maryam berarti dia akan menikah dan mempunyai anak-anak seperti perempuan lain di dunia ini.

Kesimpulan ini sebenarnya merobohkan semua faham teori keajaiban yang dibuat Injil. Kehidupan Maryam sebegaimana dilukiskan tadi jelas sekali menunjukkan bahwa ia seorang perempuan yang hidup bersama suaminya dalam hubungan biasa antara suami isteri. Di dalam ayat pertama Injil Matius kita baca:

“Kemudian Yusuf bangun dari tidur lalu ia melakukan apa yang diperintahkan oleh malaikat Tuhan, dan ia mengambil isterinya; dan ia tidak mencampurinya sampai ia melahirkan anak laki-laki pertamanya” (Matius 1:24:25).

“Yusuf tidak mencampuri isterinya sampai ia melahirkan”, ini tidak membutuhkan komentar karena sudah terlalu jelas; dari situ jelas sekali menunjukkan bahwa si penulis Injil mengartikannya bahwa setelah Yesus lahir, Yusuf dan Mariam hidup sebagai suami isteri.Pernyataan lain di dalam Injil jelas menunjukkan bahwa bukan hanya Yusus dan Maryam saja yang hidup sebagai suami isteri, namun juga keduanya diberkahi sejumlah anak, saudara laki-laki maupun saudara perempuan Yesus Kristus:

“Sementara Yesus berbicara dengan orang-orang, terlihat datanglah ibunya dan saudara-saudaranya berdiri di luar ingin berbicara dengannya. Lalu salah seorang dari mereka berbicara kepadanya. Lihatlah ibu anda dan saudara-saudara anda berdiri di luar … Yesus berkata kepada para pengikutnya: Inilah ibu dan saudara-saudaraku” (Matius 12 : 46-48).

Dan lebih lanjut lagi:

“Dan ketika dia datang ke kampung halamannya, dia mengajar mereka di sinagog, mereka itu merasa heran, dan berkata, Dari mana orang ini mempunyai hikmah dan pekerjaan mulia ini? Bukankah ia itu anak tukang kayu? Bukankah ibunya yang dipanggil Maryam? Dan saudara-saudaranya James dan Yusuf dan Simon dan Yudas? Dan saudara perempuannya, bukankah mereka bersama-sama kita?” (Matius 13:54-56).

Dan di dalam Lukas 2:7, Yesus disebut anak pertama Maryam, ia tidak saja mempunyai anak laki-laki, di sana ditunjukkan dengan jelas bahwa Maryam juga mempunyai keturunan lain. Dari sini jelas sekali tidak saja Maryam dan Yusuf itu hidup bersama sebagai suami isteri ternyata mereka juga punya banyak anak selain Yesus Kristus dan terhadap inilah Qur’an Suci menunjukkan kata-kata adanya keturunan Maryam.

Dalam hubungan ini perlu dicatat bahwa salah sekali untuk mengambil kesimpulan bahwa Maryam itu tetap sendirian tanpa menikah, ini tertera pada kata-kata “Dan Maryam anak perempuan Imran, yang menjaga kesuciannya” yang terdapat di Surat Tahrim (Surat 66:12). Setiap perempuan yang telah menikah dan hidup bersama suaminya sebenarnya itulah yang menjaga kesuciannya dan karena inilah Qur’an Suci membicarakan perempuan yang telah menikah disebut muhsanat yakni mereka yang menjaga kesucian. Kata-kata ini hanya diselewengkan oleh fitnah bangsa Yahudi terhadap Maryam.

Mengapa Yesus disebut putera Maryam bila dia punya ayah? Jawaban untuk pertanyaan ini adalah disebutkannya sebagai anak laki-laki seorang perempuan sebenarnya untuk menyangkal terhadap keilahiannya. Pondasi agama Kristen berasumsi bahwa dosa telah dibawa ke dunia ini oleh perempuan. Cukup aneh, bila Kristen berpikiran sebegitu jauh dengan membutuhkan salah seorang dari orang tua dalam hal Yesus untuk menjadikannya tuhan, mereka sebenarnya memilih jalan yang salah. Mereka mengenyahkan orang tua lakilaki dan memelihara perempuan, yang menurut mereka sendiri perempuan itu adalah sebagai sumber dosa yang sebenarnya: “Bagaimana ia bisa suci karena dia dilahirkan dari seorang perempuan” (Ayub 25:4). Ini adalah keputusan kitab suci Kristen sendiri, makanya putera Maryam tak mungkin bisa naik ke derajat Ketuhanan dan karena ini pula Qur’an Suci mengingatkan mereka dengan menyebutkan Yesus sebagai putera Maryam (bin Maryam). Lebih-lebih karena ibunya orang tua terhormat, maka alamiah sekali bila nama beliau harus dipilih. Maryam perempuan suci dan tulus, Yesus dipanggil anak Maryam dan bukan anak Yusuf, seorang tukang kayu biasa, yang kepadanya gelar kesucian akhlak tidak diberikan bahkan Injil sendiri tidak mengakuinya.

Kadang-kadang tekanan seringkali dilakukan Qur’an Suci dengan menunjuk fitnah Yahudi terhadap Maryam. Dinyatakan bahwa fitnah tersebut tidak mungkin ada jika Maryam mempunyai suami ketika Yesus lahir. Kesimpulan ini sangatlah jauh dari kenyataan. Maryam mempunyai suami ditunjukkan oleh Injil yang menceritakan dan mencatat kisah hidup Yesus. Di dalam Injil itu sendiri Yesus disebut “anak seorang tukang kayu”. Karenanya fitnah yang ditujukan kepada Qur’an Suci harus berhubungan dengan sesuatu yang lain selain hubungan antara Yusuf dan Maryam yang diketahui sebagai suami isteri. Yang benar adalah Yahudi, agar bisa mencela Maryam dan puteranya, secara keji menuduh Maryam pezina, maka terhadap tuduhan inilah Qur’an Suci menunjuk Maryam, dan terhadap ini pulalah Kitab Suci itu mempertahankan Maryam. Pernyataan bahwa hanya perempuan yang tidak menikahlah harus dituduh punya hubungan tidak syah adalah sangat aneh sekali.

Jadi persoalan kelahiran ajaib harus kita tinggalkan, sekarang kita menuju kepada argumen yang kedua, yaitu kabar gembira mengenai kelahiran Yesus yang telah diberikan kepada Maryam sementara kabar kelahiran Nabi Suci Muhammad saw tidak diberitahukan kepada ibunya. Bukan orang yang sedang tenggelam saja yang harus meraih ranting kering yang mengambang di air, tapi juga orang yang berakal sehat pun seringkali bersemangat dalam menjalankan keagamaannya. Apakah benar bahwa bila kelahiran seorang anak diberitahukan kepada orang tua dengan cara ramalan, si anak itu kelak akan menjadi pemilik akhlak mulia dan naik ke derajat tinggi sementara lainnya tidak? Jika demikian, ribuan ayah dan ibu di dunia ini bisa melihat ramalan karena kelahiran anaknya, dan semua anak yang dilahirkan itu sama derajatnya dengan Yesus – Akankah mereka itu lebih tinggi lagi daripada Yesus yang dipercayai seperti itu? Dan apa yang terbesit dalam pikiran kita mengenai Yahya (Yohanes) Pembaptis, yang ramalan berita gembira tentang kelahirannya juga telah diberikan kepada ayahnya, dan datang lebih awal ketika kelahiran Yesus baru dibicarakan, bukan saja dalam Qur’an Suci tapi juga dalam Injil. Dalam hal ini, Yahya pun dapat mengaku sama dengan Yesus jika beliau tidak datang lebih awal.

No comments:

Post a Comment

tinggalkan komentar dan nama anda