MENURUT ANDA, BLOG INI ?

Tuesday 19 July 2011

Muhammad & kristus 6

Mu’jizat-mu’jizat berikutnya, tak berdosa adalah dalil Kristen yang paling penting yang berhubungan dengan kebesaran Yesus Kristus. Sebenarnya dasar utama agama Kristen terletak pada ketidak berdosaannya Yesus Kristus yang amat ekslusif. Jika Yesus Kristus tidak tak-berdosa atau jika orang lain tak berdosa seperti Yesus, dalam dua kasus ini agama Kristen benar-benar telah jatuh terpuruk. Perbedaan utama antara agama Kristen dan Islam ialah yang pertama mengajarkan bahwa setiap anak dilahirkan berdosa sementara yang kedua mengajarkan bahwa setiap anak yang dilahirkan tak berdosa. Menurut yang pertama, karenanya seseorang tak ada gunanya untuk mencoba berbuat baik dan menyempurnakan diri dan berjalan di jalan kebenaran dan kebajikan karena dosa itu sudah melekat di dalam fitrah manusia dan orang itu hanya bisa diselamatkan dengan ditebus oleh Anak Tuhan. Sudah tentu pandangan ini sangat bertentangan dengan sendirinya dan tak perlu dibuktikan secara panjang lebar. Manusia yang dilahirkan berdosa, atau bila dosa itu telah melekat di dalam fitrah manusia, ini artinya memandang fitrah manusia sangat rendah serta hina sekali. Tidak ada penghinaan yang lebih tinggi lagi yang dapat ditemukan bagi kemanusiaan selain mengatakan bahwa anak yang baru dilahirkan sudah berdosa. Dengan dasar inilah doktrin Kristen mengajarkan bahwa seseorang anak yang mati sebelum dibaptis harus dibakar di neraka terlebih dulu karena kesalahan itu hanya dapat disifatkan kepada Tuhan Sendiri karena dialah yang menciptakannya dalam keadaan berdosa. Dan jika manusia itu dilahirkan berdosa, dan karena dosa itu sudah melekat dalam diri manusia, maka sangat mustahil untuk mengajarkan kebajikan kepadanya dan mustahil pula untuk menyingkiri setiap kejahatan, karena tak mungkin mengajarkan sesuatu kepada yang sudah menjadi fitrahnya. Doktrin semacam ini tak bisa dibayangkan oleh orang yang percaya bahwa anakanak itu belum mengerti apa-apa:

“Biarkan anak-anak itu dan jangan melarang mereka datang kepadaku, karena orangorang yang seperti inilah penghuni kerajaan di sorga” (Matius 19:14).

Ternyata Kristus sendiri mengakui kesucian anak-anak. Namun Nabi Suci Muhammad saw bersabda dengan kata-kata yang lebih jelas bahwa “anak dilahirkan sesuai dengan fitrahnya” yaitu: “tak berdosa”, demikianlah seorang Muslim yang dilahirkan, dan “orang tuanyalah yang membuat dia Yahudi atau Nasrani atau Majusi”. Dan Qur’an Suci mengatakan dengan jelas:

“Hadapkanlah wajahmu dengan lurus pada agama, fitrah buatan Allah yang Dia ciptakan manusia atas fitrahnya …. Itulah agama yang benar” (30:30).

Jadi dalam Islam fitrah manusia dibangkitkan ke tingkat yang lebih mulia dengan menyatakan kesuciannya, sementara di dalam agama Kristen dihinakan ke tingkat yang serendah-rendahnya dengan menyatakan dosa yang telah melekat, doktrin ini sangat berlawanan dengan fitrahnya yang tak mungkin bisa beranjak. Pandangan rendah terhadap fitrah manusia yang dibentuk oleh pondasi ajaran agama Kristen itu sudah tentu, cepat atau lambat, pasti ditinggalkan oleh dunia beradab.

Islam mengajarkan tidak saja memulainya dari dasar fitrah manusia yang tak berdosa namun juga berpendirian dengan kokohnya bahwa setiap anak manusia dilahirkan dalam keadaan suci murni, bahkan lebih maju lagi dengan memberikan tuntunan serta aturan yang tetap agar kesucian itu tetap terpelihara. Pertama-tama Islam mengajarkan shalat kepadanya, dimana shalat ini diulang lima kali dalam seharinya oleh kaum Muslim, ia diajarkan untuk berusaha jangan sampai terkena dosa, bahkan lebih dalam lagi, demi mencapai keluhuran rohani, maka para Nabi dan orang-orang tulus dibangkitkan yang tujuannya adalah demi kemaslahatan umat manusia. Difirmankan:

“Pimpinlah kami ke jalan yang benar, yaitu jalannya orang-orang yang telah Engkau beri nikmat” (Quran Suci, 1:5-6).

Perbedaan utama antara do’a kaum Muslim dan do’a Bapak umat Kristen yaitu, sementara do’anya Bapak adalah untuk mengampuni orang-orang yang sudah berdosa, sedangkan do’anya kaum Muslim diajarkan untuk menghindari agar dosa jangan sampai hinggap pada dirinya, yang bukan saja perbuatan jahat harus dihindari namun perbuatan baik pun harus dilakukan. Yang pertama meminta untuk diampuni dosa, sedangkan yang kedua agar jangan sampai terkena dosa dan demi berbuat kebaikan. Jadi, jika, di satu pihak, Islam mengangkat derajat manusia, di pihak lain mencita-citakan keluhuran setinggi mungkin.

Terhadap dua perbedaan agama yang fundamental ini Islam mengajarkan bahwa para Nabiyullah tidak berdosa, sedangkan agama Kristen menanamkan faham yang bertentangan, yaitu semua orang tulus dimana umat manusia punya hutang budi kepada mereka dianggap berdosa, dan Yesus sendiri, makhluk yang dianggap berbeda dari manusia lainnya, ia pun tidak berdosa. Kini, pertama tama harus disadari bahwa bila sekedar tak berdosa, ini bukanlah jaminan bahwa itu bukti suatu keagungan. Tak berdosa itu hanya berarti menghindari perbuatan jahat sebagai langkah awal dalam perkembangan rohani manusia untuk berbuat baik, dan di dalam melakukan perbuatan baik itulah letaknya kemuliaan. Kami tak mengatakan kemuliaan manusia itu sesederhana itu yakni sekedar tak pernah berbuat lalim terhadap orang lain kemudian memberi gelar dan kedudukan kepada orang itu lebih istimewa dari orang biasa. Masalah tak berdosa ini, dimana banyak sekali ditekankan oleh agama Kristen, adalah orang yang sangat sedikit sekali maslahatnya, sementara hakikat yang diperbuat oleh para Nabi adalah perbuatan baik demi kemaslahatan umat. Malah mungkin, ratusan ribu umat manusia yang pernah hidup tanpa melakukan kejahatan terhadap orang lain pun, hanya digolongkan orang-orang yang tak berbuat kerusakan, atau mereka memilih melakukan kehidupan pertapa bagaikan di biara, atau hidup di dunia yang memungkinkan mereka menghindari segala godaan. Karenanya kalau semata-mata tak berdosa, seseorang itu kadang-kadang boleh menerima kehormatan, yang pada kesempatan lain sikapnya mungkin mengagumkan; tapi tak ada perbuatan yang patut disebut mulia dan bermanfaat bagi kemanusiaan kalau hanya menghindari perbuatan yang bisa merugikan semata. Dan kemaslahatan bagi kemanusiaan itu, seseorang harus benar-benar berbuat sejumlah kebaikan bagi orang lain yang dalam hal ini Nabi Besar dikatakan sebagai “rahmatan lil’alamin - kasih sayang bagi segenap bangsa”. Beliaulah yang telah melenyapkan penyembahan berhala, membasmi minum-minuman keras yang sudah merajalela, menolong anak-anak yatim, kaum papa maupun kaum lemah, menegakkan prinsip persaudaraan umat manusia, membuang perbedaan ras antara bangsa yang satu dengan bangsa lainnya, meniupkan ruh segar persaudaraan umat di antara segenap bangsa, meniupkan obor ilmu pengetahuan kepada manusia bodoh, dan beliaulah yang menjadi sumber karunia kemanusiaan di dalam segala hal.

Karenanya, kami akan mengemukakan masalah yang diletakkan Kristen. Apakah Yesus itu tak berdosa? Apakah semua Nabiyullah berdosa? Apa yang dikatakan Bebel terhadap dua masalah ini? Dan apa yang dikatakan oleh Qur’an Suci? 

Pertama, mari kita ambil apa yang dikatakan Injil dan masalah tak berdosanya Yesus Kristus. Pada permulaan masa kependetaannya beliau pernah mengalami digoda setan. Peristiwa tersebut dikatakan perbuatannya tak bisa dilihat, tapi sebagaimana para komentator Injil mengatakan, bahwa “pengalaman” Yesus ditulis sebagai “bahasa simbolik” saja. Dalam bahasa yang jelas ini artinya adalah godaan yang dilakukan Setan terhadap Yesus, dan ini artinya tidak konsisten dengan teori ketidak berdosaannya Yesus. Godaan Setan sebenarnya datang sebagai gagasan jahat pada hati manusia, dan meskipun gagasan tersebut bisa saja akhirnya ditolak, meskipun penerimaan awalnya oleh hati tak sesuai dengan kesucian hati nurani. Dalam hal Yesus, tiga macam kejahatan itu dikatakan benarbenar terjadi pada beliau. Pertama, godaan Setan dilakukan ketika Yesus sangat lapar setelah lama berpuasa: “Perintahlah batu-batu ini agar menjadi roti” (Matius 4:3). Yang kedua dilakukan dengan naik ke atas puncak menara kuil, atau di suatu tempat yang tinggi seperti djelaskan oleh Injil berikut ini:

“Terjunlah engkau sendiri ke bawah: sebab telah tertulis, Dia akan menyuruh para malaikat untuk melindungimu; tangan mereka akan menyambut engkau, hingga setiap waktu kakimu tidak akan menyentuh debu” (Matius 4:3).

Yang ketiga dengan memanjat ke gunung yang tinggi yang dari sana “segala kerajaan dunia”
dan kebesarannya diperlihatkan kepadanya:

“Segala sesuatu itu akan aku berikan kepadamu, jika engkau mau bersujud dan menyembahku” (Matius 4:9).

Yang terakhir ini tak ragu lagi adalah puncak godaan bagi Yesus meskipun Yesus menolaknya dengan kata-kata yang jitu: “Sembahlah Tuhan, Tuhanmu, dan hanya kepadanya kamu harus mengabdi” (Matius 4:10). Kata-kata seperti ini tak mungkin dikatakan oleh para pengikut Yesus yang kenyataannya mereka cuma menyembah Mamon dan menyembah kebesaran duniawi untuk mencapai kerajaan seperti itu. Di sini di setiap perbandingan suatu kejadian yang diputuskan secara tuntas bahwa Yesus tidak memiliki kesucian mutlak menurut Injil, dan Setan dapat menggodanya seperti juga menggoda orang lainnya. Beliau sungguh memiliki kekuatan rohani yang kuasa mengatasi godaan, tetapi jika beliau memiliki lebih dari itu, niscaya beliau akan terbebas dari godaan Setan tadi. Dari sini dapat diketahui dengan jalan yang berbeda bahwa Qur’an Suci maupun Hadits yang keduanya diucapkan oleh Nabi Suci bahwa seseorang yang memiliki derajat rohani yang tinggi tidak bisa dipengaruhi godaan setan, dan dalam hal ini Hadits Sahih meriwayatkan bahwa menurut Nabi Suci setan malahan akan tunduk kepadanya, sabda beliau demikian:
 

“Karena Tuhan telah menolongku dalam melawannya maka dia tunduk kepadaku”.

Apa yang lebih penting dari ini ialah bahwa tiga Injil berisi bantahan yang jelas tentang ketidak berdosaannya Yesus yang diucapkan oleh beliau sendiri. Saya kutip katakata dari Markus:

“Waktu Yesus melanjutkan perjalanannya, datanglah seseorang berlari-lari lalu berlutut di hadapannya, dan bertanya kepadanya: Guru yang baik, apa yang harus aku perbuat supaya bisa mewarisi hidup abadi? Dan Yesus berkata kepadanya, Mengapa engkau katakan aku baik? Tidak ada yang baik kecuali satu, yaitu Tuhan” (Markus 10:17-18).

Nah di sini Yesus disapa sebagai guru yang baik dan jika tidak keberatan, tak seorang pun dapat menggambarkan dari situ suatu kesimpulan bahwa beliau mengaku tidak berdosa. Tapi segera beliau menolak orang tersebut untuk mengatakan baik, karena yang baik itu hanya Satu, yaitu Tuhan. Mengapa beliau merasa keberatan menggunakan kata-kata baik jika beliau percaya bahwa dirinya tak berdosa? Tak seorang pun bisa berkomentar, bahkan seorang komentator modern pun seperti Rev. J.R.Dummelow membuat pernyataan yang cukup berani dengan mengatakan bahwa “ini bukan berarti beliau tidak baik, tapi karena beberapa alasan atau lainnya pada waktu itu beliau menolak gelar itu”. Apa yang menjadi alasan bahwa kata baik itu masih tetap ditolak dan beliau tak mau disebut baik dan bahkan memberi alasan mengapa beliau tak mau disebut baik, tak seorang pun pernah memberi tahu dan tak akan memberi tahu, tapi lebih baik dua penjelasan tadi diabaikan saja.

No comments:

Post a Comment

tinggalkan komentar dan nama anda