MENURUT ANDA, BLOG INI ?

Thursday 20 January 2011

ASAL TRINITAS DAN KETIDAKSESUAIANNYA DENGAN AJARAN YESUS

ASAL TRINITAS DAN KETIDAKSESUAIANNYA DENGAN AJARAN YESUS

TRINITAS atau Trinity, pemahamam bahwa Tuhan itu adalah tiga oknum yang bahkan saling memperanakkan (atau dengan kata lain adalah mempercayai bahwa Tuhan itu berjumlah tiga aknum seperti pada masa kepercayaan kuno akan banyak dewa), muncul dalam khazanah kaum yang sekarang bernama Kristen sejak dinamai oleh Barnabas dan Paulus (Saulus atau Paul) di Antiokhia (lihat Injil Kisah Para Rosul 11:23-26) itu, sejak Abad Pertengahan (nama lainnya adalah Abad Kegelapan atau Dark Ages atau Medieval Ages), melalui propaganda kaum Filsuf dan agamawan Kristen.

Yang tak banyak diketahui orang, juga kaum Kristen sendiri, ternyata Yesus tak pernah tercatat memperanakkan diri terhadap Tuhan, dan tak pernah menganggap serta menyatakan dirinya sebagai Tuhan.

Di bawah ini, insya Allah akan diterangkan serba sedikit mengenainya.

Semoga bermanfaat:

FILSAFAT KRISTEN ABAD PERTENGAHAN

Filsafat Kristen sendiri awalnya adalah sangat sederhana, yaitu berdasarkan harapan besar akan kembalinya Yesus Kristus anak Maria dari Nazareth (dengan sejumlah perkecualian adalah disebut sebagai Nabi Isa bin Maryam ‘alaihis salaam yang dalam Islam adalah seorang nabi-rasul agung dan wajib diimani muslim) setelah ’disalibkan’ Romawi dan Yahudi, yang kemudian berkembang menjadi keinginan untuk bersatu dengan Tuhan (termasuk bersatu dengan Yesus, menurut kaum Kristiani), yang paham ini terutama dicetuskan oleh dua orang Filsuf Kristen paling menonjol di Abad Pertengahan, Plotinus dan Augustinus.

Yesus (Kristus) dari Nazareth sendiri adalah seorang Rabbi (guru agama) muda Bani Israil yang berdakwah di propinsi Yudea jajahan Romawi, ’semasa hidupnya’ (karena dalam Islam, Isa bin Maryam ‘alaihis salaam atau Yesus anak Maria tidak pernah meninggal dunia dan akan kembali datang ke Bumi pada akhir jaman, lihatlah QS An Nisaa’ ayat 157 dan berbagai Hadits terkait).

Masalah Teologi pada saat itu (pada masa Abad Pertengahan) tidak atau belumlah merupakan daya tarik. Dan karena ilmu atau sains tidaklah juga penting bagi kedua tokoh Filsuf utamanya, yakni Plotinus dan Augustinus, maka penjelasan ilmiah tentang alam semesta juga tidaklah penting bagi para pengikutnya di masa Abad Pertengahan itu (dan sisa pengikutnya saat ini). Dan karenanya pula, ilmu-pengetahuan berkembang dengan sangat lambat di Barat pada saat itu.

Inilah yang kemudian oleh para ahli Sejarah disebut sebagai Abad (-abad) Kegelapan (Dark Ages), nama lain dari Abad (-abad) Pertengahan (Medieval Ages atau Middle Ages)

Yang menonjol dari akidah Kristen ini adalah bahwa menurut akidah ini, tuhan itu terdiri dari tiga oknum namun adalah satu juga (tuhan Bapa, tuhan Anak, dan tuhan Roh kudus yang tiga dalam satu), dan diyakini oleh kaum Kristiani mayoritas. Ini disebut sebagai Trinitas (Trinity).

Namun ternyata paham ini sendiri tidaklah serta-merta ada, karena baru ditahbiskan setelah melalui perdebatan berabad-abad lamanya antara kaum yang pro dan kontra terhadapnya (termasuk melalui berbagai sidang Konsili besar dunia Kristen), yang akhirnya dimenangkan kaum mayoritas yang masih terpengaruh aneka paham Politeisme akan para Dewa pengatur kehidupan, agama Pagan Eropa, terutama dari pengaruh Yunani dan Romawi, yang juga sejalan dengan berbagai agama Pagan-Berhala dari ’dunia Timur’ yang sarat Dewa pula (misalnya paham dari Hindu-India).

Maka, tuhan menjadi tiga oknum bagi mereka, yang mereka saling beranak-memperanakkan, seperti manusia dan aneka makhluk lain saja.

Trinitas dan Filsafatnya menyatakan bahwa Tuhan itu ada tiga oknum, yaitu tuhan Bapa (di surga), tuhan Anak atau Yesus (yang turun ke Bumi untuk membela mengasihi orang-orang yang susah, menebus dosa manusia, dan kemudian naik ke langit), serta tuhan Roh Kudus (oknum ketiga yang diduga adalah malaikat Gabriel atau Jibril yang fungsinya masih diperdebatkan banyak pihak, namun diyakini adalah salah satu bentuk tuhan bagi Kristen) dan sebagainya; beserta segala konsekuensinya dan pengembangan masif akan tafsirnya.

Ini menjadi dipercaya serta ditetapkan luas untuk diimani, terutama setelah Konsili-Konsili pada abad III dan IV M, terutama dengan adanya dukungan Kerajaan Romawi (dan Filsafat Yunani serta Romawi) yang saat itu baru masuk Kristen yang dalam proses asimilasi ini, yang masih membawa juga berbagai sisa pengaruh paham Politeisme (percaya kepada banyak tuhan, para dewa), termasuk juga karenanya berbagai macam kisah legenda masyarakat Eropanya.


No comments:

Post a Comment

tinggalkan komentar dan nama anda